Kudeta Jokowi untuk Gibran: Prabowo Terancam?

Oleh Edy Mulyadi, Jurnalis Senior

TRENAKSARA.COM, Bayangkan ini. Seorang presiden yang baru 14 bulan dilantik, sudah harus menghadapi rumor terbuka. Konon, wakilnya sedang menata karpet merah untuk naik takhta jauh lebih cepat daripada jadwal konstitusional. Bukan lewat tank dan senjata. Tapi lewat kudeta senyap. Sabotase ekonomi terukur. Dan, manuver konstitusi yang licin.

Itulah inti dari isu “kudeta merangkak” yang terus menggeliat di timeline X sepanjang 2025. Gosip yang melahirkan beragam analisis itu bahkan semakin keras menjelang akhir tahun ini. Tokoh utamanya tetap sama: Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka. Di sisi lain ada nama Prabowo Subianto yang “bakal calon” jadi korban kudeta.

Benarkah Prabowo jadi korban? Sayangnya, tidak semua analis sepakat. Sebagian justru menilai kini Prabowo terjebak dalam skenario yang ironisnya dia sendiri bantu tulis saat menerima Gibran sebagai pendamping.

Narasi ini tak lahir dari ruang hampa. Kolonel (Purn) Sri Radjasa, eks-analis intelijen yang kini jadi langganan podcast “berat”, menyebut ada “operasi garis dalam yang sudah gagal di tengah jalan”. Dia menuding kerusuhan bertopeng “tuntutan rakyat” sepanjang tahun ini, khususnya akhir Agustus kemarin, sebagai bagian dari upaya terakhir pihak-pihak pro-Jokowi untuk membuat Prabowo tampak tak becus. Kabar burung yang beredar memang lumayan seram. Konon, ada dana yang mengalir dari nama-nama lama yang masih dendam sejak 2014. Radjasa bahkan membuka luka purba. Pertemuan Jokowi dengan Damien Kingsbury di Australia tahun 2014 lengkap dengan dokumen referendum Papua. Bagi dia, itu bukti bahwa “cawe-cawe” Jokowi bukan barang baru.

Kini, agenda makzulkan Gibran tiba-tiba menguap dari daftar prioritas DPR. Begitu juga isu ijazah palsu Jokowi seolah-olah “ditidurkan”. Itukah sebabnya alarm intelijen Radjasa berbunyi lebih kencang daripada sebelumnya?

Said Didu, seperti biasa, memilih sudut pandang yang tak kurang tajam. Oligarki. Baginya, Gibran bukan sekadar putra mahkota. Bocah ini, menurut Said, semacam polis asuransi para konglomerat yang panik melihat Prabowo mulai menunjukkan taring reformis. Ini bukan soal ayah sayang anak. Ini soal oligarki yang butuh presiden muda yang lebih patuh ketimbang jenderal tua yang mulai tak bisa dipegang remotnya.

Bansos yang masih beraroma lama, menteri-menteri kunci yang susah diganti, perintah singkat dari Solo yang masih didengar di istana. Semua jadi bensin bagi narasi “Jokowi periode ketiga secara tak langsung”.

Di X, perang narasi sudah jadi pertunjukan tetap. Ada yang membandingkan atau lebih tepatnya: memiripkan, situasi ini dengan 1998. Ekonomi sengaja dibuat goyah. Presiden direcokin agar jadi tak populer. Wakil naik dengan restu Mahkamah Konstitusi yang dimanipulasi.

Ada pula yang yakin Prabowo bakal melakukan “pembantaian senyap” lewat reshuffle besar. Rumor yang beredar menyebutkan, kocok ulang itu akan dilakukan Januari 2026. Nama-nama macam Bahlil, Erick Thohir, hingga Pratikno disebut-sebut bakal kena sapu jagat. Jika ternyata benar terlalu banyak menteri pro-Jokowi berguling, justru akan membuktikan bahwa blueprint kudeta merangkak itu memang pernah ada.

Tapi mari kita lihat papan catur ini dengan tenang. Prabowo bukan aktor baru. Dia sudah 14 bulan menjabat. Cukup lama untuk tahu bau manuver orang-orang istana lama, khususnya yang masih gentayangan di Istana. Tanda-tanda bahwa Prabowo paham soal ini, tampak dari dia semakin mengencangkan kendali. Para loyalisnya pelan-pelan mengisi pos-pos strategis.

Pada saat yang sama, Gibran belum punya cukup modal politik untuk berdiri sendiri. Sedangkan Jokowi—meski masih punya bayang-bayang panjang—sudah kehilangan akses langsung ke alat-alat negara yang dulu jadi senjatanya. Yang tersisa hanyalah pertanyaan abadi kekuasaan Indonesia era kini. Sampai kapan seorang mantan presiden boleh tetap jadi “matahari kembar”? Dan sampai kapan seorang wakil presiden akan terus dicurigai hanya karena marganya?

Kudeta merangkak mungkin memang pernah ada dalam imajinasi. Mungkin juga dalam beberapa slide presentasi rahasia. Tapi untuk menjadi kenyataan, ia butuh kesalahan fatal dari Prabowo sendiri. Untungnya, sejauh ini, jenderal itu belum menunjukkan tanda-tanda mau jadi korban cerita yang ditulis orang lain. []

Jakarta, 10 Desember 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *